Saturday, September 4, 2010

Romantika Standart

Duduk disana, sepasang muda mudi. Berpaut tangan saling menggengam. Ntah karena sayang atau takut sang pujaan hati diambil orang lain... Itu lah kami... Aku dan dia.

Lalu lalang kendaraan tak berbisik terus terlihat sepanjang mata terarah. Tak jenuh, tak bosan dan tak ada habis semua berderu derang.

Suatu ketika terlihat bayangan dirinya berdiri lalu duduk. Di sebuah halte bis, menunggu sebuah kendaraan besar dan gagah menjemput dirinya untuk pulang. Ketika itu pula dapat kulihat bayangan diriku sendiri berdiri lalu duduk disampingnya. Memberikan senyum dan pelukan ringan. Mendapati dirinya lelah setelah seharian berjuang tertampar rumus-rumus pelajaran yang belum tentu terpakai untuk memecahkan persoalan hidup yang menunggu di ujung masa sana.

Satu persatu kata bersahut-sahutan. Memberikan semangat dan keberanian, namum juga memberikan sebuah rasa takut yang membuat dua buah hati menjadi debu dan hilang lenyap ditiup angin ilalang. Bukan dirinya, mungkin. Bukan juga diriku. Dan juga bukan dirimu. Orang ketiga dalam ruang hati yang hanya cukup menampung dua hati riang.

Tetesan air hujan pertama jatuh tepat berada di depan aku dan dia. Terlihat perubahan raut wajah masing-masing. Khawatir sekujur tubuh akan menjadi basah. Atau mungkin khawatir hujan ini pertanda pertemuan terakhir antara aku dan dia. Terus menatap rintikan hujan yang kian lama deras turun membuat segenang air yang juga tepat berada di depan aku dan dia.

Kulihat lagi bayangan diriku dan dirinya...
Kali ini terlihat di permukaan genangan air hujan yang tadi menghampiri. Samar terlihat. Mungkin itulah cerminan hati aku dan dia kala itu. Kala langit kian gelap tertutup awan hitam yang tersenyum meledek kecemasan kami. Dan hujan kian pekat menyerbu Bumi terpijak.

Sampai ketika hujan berhenti turun. Ntah untuk sejenak atau untuk selamanya. Kulihat lagi bayangan diriku dan dirinya mulai berdiri. Masih sambil berpautan tangan. Tanda tak ingin terpisah dari pujaan hati masing-masing. Dan sebuah kendaraan gagah pun datang. Sebuah kendaraan yang memisahkan aku dan dia. Ntah untuk sejenak atau untuk selamanya.

Lambaian tangan dan sebuah senyuman terhias mengantar kepergiannya. Menaiki sebuah kendaraan gagah yang melaju kian kencang. Tak menghiraukan perasaan dua hati yang cemas dan bimbang. Akankah aku dan dia bertemu lagi, walaupun hanya sekedar duduk menunggu kendaraan gagah itu datang menjemput dirinya? Diantara hujan dan senyum cemas. Diantara sayang dan takut kehilangan. Diantara perbedaan ego dan idealisme tentang suatu 'rasa' dan kebahagiaan.

Kali ini kulihat lagi bayangan dirinya. Tapi tanpa bayangan diriku. Yang biasa duduk menemaninya menunggu kendaraan gagah untuk menjemput dirinya...

Kali ini kulihat bayangan diriku. Telah berada tepat disampingnya. Tanpa bisa terlihat atau pun tersentuh jasad fana...

Dan dirinya... masih tetap bisa melihat bayangan diriku. Duduk menemaninya menunggu kendaraan gagah itu menjemput... Dan memisahkan aku dan dia. Walaupun kami tak tahu apakah hanya untuk sementara atau untuk selamanya...